Selasa, 20 Agustus 2019

UPACARA ENTAS-ENTAS





UPACARA ENTAS-ENTAS/NGABEN JAWA




Masyarakat Hindu Jawa memiliki tradisi Upacara Ngaben sebagaimana yang dilakukan oleh Masyarakat Hindu di Bali, Upacara Ngaben kalau di Jawa disebut Entas-Entas. Dalam pelaksanaan Upacara ini tidak ada prosesi kremasi jenazah seperti halnya kegiatan Upacara Ngaben di Bali. Prosesi Entas-Entas di Jawa dilakukan dengan membakar sarana sesaji yang dimaksudkan untuk menyempurnakan Arwah/Atman agar menjadi roh suci sehingga bisa kembali lagi kepada Sangkan Paraning Dumadi/Sang Pencipta (Sang Hyang Widhi Wasa). Pelaksanaan Upacara Entas-Entas ini tidak hanya berlaku untuk menyempurnakan satu arwah saja, tetapi juga bisa juga digunakan untuk menyempurnakan arwah secara massal. Ini pula yang dilakukakan oleh Keluaga besar Bp. Suyitno dan Ibu Sumini di Dusun Tlogotirto, Kecamatan Sumberlawang, Kabupaten Sragen pada tanggal 20 Agustus 2019. Pelaksanaa Upacara Entas-Entas ini dipimpin oleh Romo Pandita Puja Brata Jati.



Dalam sastra Jawa Kuno suksma atau roh orang yang meninggal tidak langsung menuju kepada Sang Pencipta tetapi suksma tersebut mampir dulu atau singgah di alam yang disebut Tegal penangsaran. Di alam Tegal Penangsaran ini suksma sangat menderita oleh karena itu dalam agama Hindu ada aturan untuk melaksanakan upacara Entas, yakni ngentas suksma atau roh  untuk diangkat ke alam yang lebih tinggi derajatnya. Makna dari Pengentas-entas adalah nyuwargakan atau menyempurnakan dari alam yang sengsara dan menderita ke alam yang lebih bahagia. Demikian dijelaskan oleh Romo Pandita Puja Brata Jati.
Pelaksanaan upacara Entas-Entas diawali dengan penyiapan banten atau sesaji yang jumlahnya cukup banyak. Sesaji tersebut antara lain berupa pisang ayu, aneka buah-buahan, umbi-umbian, kelapa, bunga, tumpeng suci, tumpeng robyong, tumpeng panggang ayam, tumpeng pengentas dan sebagainya.
Prosesi Entas-Entas dimulai dengan mengambil tanah pusara orang yang akan dientaskan arwahnya. Prosesi ini disebut Nyapuh. Pengambilan tanah pusara dilakukan oleh pemangku adat. Prosesi ini pun juga memerlukan sarana sesaji dan wadah untuk sarira atau badan orang yang meninggal. Dalam keyakinan agama Hindu badan atau jasad orang yang meninggal masih ada kehidupan. Maka dari itu badan tersebut diambil untuk diswargakan atau disempurnakan. Sehingga yang diswargakan bukan hanya suksma saja tetapi badan atau jasad juga harus diswargakan karena badan tersebut telah berjasa sebagai kendaraan bagi suksma ketika masih hidup di Dunia.
Setelah prosesi Nyapuh kemudian dilakukan prosesi memanah sad ripu yang disimbolkan dengan bentuk naga. Satu arwah dilambangkang dengan satu naga. Prosesi memanah dilakukan oleh Pandita dengan kekuatan Dewa Nawa Sanga.

Sad ripu adalah enam musuh yang ada dalam diri manusia. Musuh ini adalah nafsu yang terdiri dari kama, lobha, krodha, mada, moha dan matsarya. Menurut Romo Pandita Puja Brata Jati, Sad Ripu  adalah hukum alam yang diciptakan oleh Tuhan sehingga tidak perlu dibenci atau dibunuh karena itu sandangan manusia. Tanpa sad ripu manusia tidak akan sempurna. Yang terpenting adalah manusia harus mampu mengendalikan sad ripu agar tidak terbelenggu olehnya. Sad ripu ini setelah mati tidak ikut ke jasad tetapi ikut ke suksma. Oleh karena itu sad ripu yang melekat ke suksma ini harus dilepaskan dulu supaya suksma menjadi sejati atau roh suci dan bisa menyatu dengan Tuhan.




Setelah prosesi memanah sad ripu kemudian dilanjutkan dengan prosesi Entas-Entas atau Ngaben di kompleks Makam. Pada prosesi ini seluruh anggota keluarga melakukan kirab dengan membawa sarana sesaji dan diiringi gending-gending Jawa selama dalam perjalanan.
Pada prosesi Entas-Entas ini jasad yang disimbolkan dengan sarana sesaji dan tanah pusara tadi kemudian dibakar untuk disempurnakan. Setelah dibakar arang dari sesaji tersebut diambil dan 
Share:

0 komentar:

Posting Komentar

Recent Posting

Arsip Blog

Buku Tamu

Recent comment

Statistik Blog

Flag Counter